Industri Perhotelan dan Pariwisata Bali pasca G20

BERITA GENCIL – VOA – Setelah dua tahun ‘ditelan’ pandemi, pariwisata Bali kini mulai pulih. Beberapa pelaku bisnis perhotelan menuturkan, pandemi memberikan pelajaran berharga, strategi untuk bertahan di masa sulit. Namun, menjadi tuan rumah KTT G20 tahun lalu merupakan dorongan pemulihan yang besar.

Acara KTT G20 tahun lalu yang berlangsung di Bali mendatangkan ribuan pengunjung internasional yang berkepentingan dengan berbagai hal terkait KTT tersebut. Jauh sebelum dan sesudah acara berlangsung, banyak juga wisatawan lokal yang datang untuk menikmati suasana Bali selama masa persiapan hingga pasca KTT G20.

Imam Wibowo adalah salah satu dari sekian banyak warga Jakarta yang datang ke Bali untuk merasakan segala perubahan suasana sehubungan dengan diadakannya KTT G20 di sana. Kepada VOA, Imam menceritakan pengalamannya.

Imam Wibowo. (Foto: Dok Pribadi)

“Mengapa SAYA pengen banget ke Bali setelah G20, karena ada harapan Bali jadi lebih indah, lebih tertata, lebih rapi. Dan mungkin mereka juga punya harapan, teman-teman di Bali punya optimisme baru setelah mereka mendapat kehormatan menjadi tuan rumah acara internasional dan yang pasti mendapat perhatian dunia, Bali TIDAK Kalau ada acara, dianggap pulau ramah, apalagi tiba-tiba puluhan kepala negara hadir di sana,” jelasnya.

Diakui Imam, setelah kurang lebih setahun tidak mengunjungi Pulau Dewata, ia semakin penasaran bagaimana keadaannya saat ini.

“Jadi, aku ingin merasakannya merasaseperti apa, dan secara visual, seperti apa Bali setelah G20. Bali penuh sesak, karena banyak sekali orang ‘omong kosong’ yang setelah melewati G20, lalu mereka memperpanjangUntuk tinggal di Bali, menikmati Bali setelah mereka bekerja, sibuk, lalu mereka mau leyeh-leyeh (santai, red.) jadi bisa dapat banyak visual orang-orang berbeda dari berbagai negara yang akhirnya berkesempatan ke Bali. Mungkin ada juga yang baru pertama kali ke Bali, karena G20,” tambahnya.

Dan setelah menginjakkan kaki di Bali, presenter dan MC yang gemar mengajar ‘public speaking’ ini memang merasa Bali kini lebih rapi dari biasanya. Terutama kawasan utama seperti Nusa Dua dimana delegasi VIP dari berbagai negara berada memang tertata dengan sangat baik.

Seorang pria membawa papan selancar di Nusa Dua, Bali, 17 November 2022. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Seorang pria membawa papan selancar di Nusa Dua, Bali, 17 November 2022. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

“Selain itu, saya justru bertemu dengan teman-teman yang bekerja di hotel atau yang diangkut, Sudah pasti hotel penuh sesak benar-benar di Bali, lalu juga dengan transportasi yang disebut sewa mobil di Bali kepada mereka Ya bingung seperti itu Kamu tahu, bahwa mereka kehabisan mobil. Tetapi entah bagaimana di sisi positif, Perekonomian Bali bergerak dan mereka senang karena akhirnya bisa kembali bekerja normal lagi.”

Agung Prastista, pengusaha PMG Hotels and Resorts yang memiliki hotel bintang tiga di kawasan strategis seperti Legian, Kuta, dan Seminyak, mengakui hal tersebut. Agung mengatakan kepada VOA bagaimana KTT G20 berdampak positif pada bisnis perhotelan.

Prastita Hebat.  (Foto: Dok Pribadi)
Prastita Hebat. (Foto: Dok Pribadi)

“Jadi memang dampak dari G20 sangat besar terhadap pariwisata Bali, kemungkinan besar karena kondisi kawasan sekitar Nusa Dua yang padat, dan juga keamanan yang sangat ketat untuk keluar masuk disana, sehingga tamu bisa memilih untuk tidak menginap. di sana, area yang digunakan untuk acara G20,” katanya.

“Oleh karena itu mereka pindah ke daerah kami di Kuta, Legian dan Seminyak dan ini akhirnya menyebabkan hunian dari Oktober dan November lalu memang naik. Tidak biasanya November mencapai puncak sepanjang tahun ini. Jadi meskipun kita tidak mendapatkan dampak langsung, kita mendapatkan dampaknya. Semoga mereka tetap bertahan dan pada akhirnya juga jatuh cinta dengan kawasan Legian mereka dapat memperpanjang masa tinggal mereka atau untuk masa depan tinggal mereka bisa merekomendasikan temannya untuk tinggal di Legian dan Seminyak,” tambah Agung.

Sedangkan menurut Komang Astawa, Managing Director Astadala Hospitality yang mengelola sejumlah resort, villa dan spa eksklusif di Bali, dampak yang dirasakan lebih kepada citra Bali di mata dunia.

Komang Astawa.  (Foto: Dok Pribadi)
Komang Astawa. (Foto: Dok Pribadi)

“Kondisi pasca G20 yang berlangsung meriah dan sukses memberikan dampak yang sangat besar bagi image dan branding Bali khususnya, dan Indonesia sendiri umumnya. Sehingga kondisi Bali akan terekspos luas ke seluruh pelosok. dunia, terutama dengan menjadi terbuka kesiapan kita untuk acara Class Summit untuk kepresidenan sangat bagus kesadaran merekdia,” katanya.

“Jadi secara tidak langsung kesiapan menjamu tamu dari luar negeri untuk kembali ke Bali akan sangat besar. Kita juga lihat dari perkembangannya tren penjemputan setelah G20 relatif stabil, bahkan beberapa properti terutama villa atau hotel mulai kesulitan mencari kamar di acara Natal dan Tahun baru. Kebetulan juga beberapa tambahan dari penerbangan luar negeri yang datang ke Bali, baru-baru ini, sehingga mereka menemukan kembali tingkat okupansi teman-teman di bidang akomodasi,” tambahnya.

Hal ini pun diamini oleh Wayan Winawan, Director dan co-founder Karaniya Experience yang menawarkan sejumlah vila, spa, restoran, dan layanan. acara pernikahan. Menurutnya, secara ekonomi Bali akan merasakannya dalam jangka panjang.

Wayan Winawan.  (Foto: Dok Pribadi)
Wayan Winawan. (Foto: Dok Pribadi)

“Kami yakin ini sangat bagus untuk Bali dan Indonesia, untuk pariwisata, khususnya di sektor kita, karena akan lebih memberikan kepercayaan kepada destinasi Bali tentunya. Dengan semakin terbukanya, semakin banyak negara dan pesawat yang menuju Bali, saya kira dengan tambahan G20 akan memberikan kepercayaan, memberikan rasa percaya diri wisatawan untuk berkunjung dan berwisata ke Bali,” ujarnya.

Belajar dari Pandemi

Ketiga pengusaha itu pun menceritakan kepada VOA hal apa saja yang bisa mereka pelajari untuk mengantisipasi krisis dunia pariwisata di Bali jika pandemi berkepanjangan ini terulang kembali. Bagi Agung Prastista, pihaknya akan mengutamakan perencanaan keuangan yang lebih matang.

“Saya melihat prioritasnya adalah kita benar-benar harus berorganisasi perencanaan keuangan Ya, kita harus memiliki dana cadangan tak terduga. Rencana cadanganmungkin ya, dimana jika terjadi sesuatu, kita masih punya pegangan, backup, yang masih bisa dibuat perusahaan akan kami pertahankan,” kata Agung.

Menurutnya, banyak perusahaan yang tidak mengalokasikan dana dengan baik sehingga pada akhirnya menutup perusahaannya, dan tidak merawatnya. Atau ada juga yang ketika kondisi kembali, tidak bisa dibuka kembali dengan baik karena properti apa yang tersisa cukup rusak, dan biaya untuk memulihkannya kembali properti juga tidak ada dana untuk kerusakan.

Sektor pariwisata Bali mulai pulih pascapandemi COVID-19.  (Foto: Istimewa/Kemanparekraf)
Sektor pariwisata Bali mulai pulih pascapandemi COVID-19. (Foto: Istimewa/Kemanparekraf)

“Kedua, kita harus tetap tinggal melakukan dalam hal apa yang kami lakukan, tidak ada yang bisa mengantisipasi kondisi khusus seperti pandemi ini. Komitmen Maksud saya, kita punya karyawan, kita punya kewajiban kepada mereka, jangan sampai kita memilih sendiri saat keadaan baik, tapi saat keadaan buruk, kita biarkan saja,” kata Agung.

Selain itu, Agung juga menambahkan perencanaan strategis untuk melakukan diversifikasi usaha yang menurutnya “tidak menempatkan semua usaha dalam satu keranjang”. Sehingga jika pandemi ini terjadi lagi, dia bisa memilah sektor mana yang bisa bertahan, karena dia yakin tidak semua sektor akan terdampak, misalnya sektor makanan (restoran) dan retail swalayan. Komang Astawa pun mengamini hal tersebut.

“Kita juga bisaulasan produk yang sudah ada, khususnya di sektor pariwisata dimana peran pasar dalam negeri sangat penting dan harus diandalkan dimasa yang akan datang. Selain itu, kami juga harus siap dengan diversifikasi produk sehingga kami dapat menyediakan variasi produk yang lebih luas untuk tamu yang berkunjung ke Bali, baik domestik maupun internasional,” ujarnya.

Pasalnya, kata Komang Astawa, perilaku pelanggan dua setengah tahun ini banyak berubah dari era sebelum pandemi. Sehingga mereka harus tetap bisa memantau tren dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan tamu khususnya sektor tersebut makanan dan minuman yang jauh dari tren sebelumnya.

“Dengan berkembangnya teknologi (seperti pemesanan online) sehingga tamu merasa lebih nyaman. Kita juga tidak bisa melupakan ‘digital nomaden’ yang berperan cukup besar, karena trendnya sekarang anak muda, mereka bisa menikmati hari-harinya sambil sedang bekerja,” jelas Komang Astawa.

Sementara bagi Wayan Winawan, pengalamannya di masa pandemi membuka matanya untuk semakin memperkuat bisnisnya dalam hal manajemen krisis.

“Kami diajari oleh pandemi untuk bersiap manajemen krisis lebih baik, persiapkan keuangan cadangan kecadangan operasional hotel yang lebih baik. Sebelumnya kami hanya menyiapkan dana cadangan Cuma bagaimana hotel bisa berjalan tanpa tamu selama enam bulan, tapi itu tidak cukup,” kata Wayan.

“Kita harus bersiap dana cadangan jangka panjang, sehingga jika ada krisis lagi di masa depan, kami akan lebih kuat secara operasional,” ujarnya.

Juga, lanjut Wayan, bagaimana persiapan mereka rencana operasi hotel dengan menambahkan prinsip-prinsip bagaimana operasional hotel itu lebih ramah lingkungan.

“Bagaimana operasional hotel itu dapat memberikan dukungan lokal yang lebih baik, dengan menggunakan prinsip keberlanjutan ke operasional hotel kami untuk pariwisata berkelanjutan,” tutupnya.