Mengubah Beras Menjadi Plastik Rendah Karbon

rangka media – VOA – Sejumlah petani di Jepang berpartisipasi dalam upaya mengubah beras yang tidak dapat dikonsumsi menjadi plastik rendah karbon.

Jinichi Abe menyaksikan sawahnya kembali produktif untuk pertama kalinya sejak 2011 ketika bencana Fukushima membuat kotanya, Namie, terpapar radiasi.

Petani berusia 85 tahun itu justru merasa miris karena tahu persis beras hasil pertaniannya tidak untuk dikonsumsi. Namun, dia juga tidak patah semangat, karena tidak akan kehilangan pembeli.

Sebuah perusahaan telah mengkonfirmasi akan membeli berasnya dan kemudian mengubahnya menjadi plastik rendah karbon.

Abe sendiri sangat antusias dengan proyek baru ini. “Saya ingin melakukan bagian saya melawan sampah plastik. Alasan lainnya adalah untuk rekonstruksi Namie. Saya ingin menjadi orang yang berguna, jadi saya berkonsultasi dengan semua orang dan memutuskan untuk bekerja dengan Biomassa.”

Biomassa yang dimaksud Abe adalah Biomass Resin, sebuah perusahaan yang berbasis di Tokyo. Biomass membuka pabrik di Namie yang fungsinya menggabungkan beras dengan potongan-potongan kecil plastik untuk menghasilkan pelet plastik rendah karbon.

Beras yang dipadukan dengan butiran plastik kecil dan dipanaskan serta diremas, diekstrusi dalam batang tipis panjang sebelum dipotong menjadi butiran plastik kecil berwarna cokelat di lini pabrik Fukushima Biomass Resins di Namie, Jepang, 28 Februari 2023. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Pelet, baik yang komposisinya 50 persen atau 70 persen beras, kemudian dikirim ke perusahaan yang memproduksi barang plastik di berbagai wilayah Jepang.

Takemitsu Imazu, Direktur Utama Resin Biomassa, menjelaskan apa saja yang diproduksi di pabrik di Namie.

“Ini adalah resin berbasis minyak bumi yang ditemukan dalam bahan plastik. Dan ini beras. Jadi, resin berbahan dasar minyak ini dicampur dengan beras untuk membuat pelet yang disebut resin beras di pabrik kami.” dia menjelaskan.

Namie masih berjuang untuk pulih dari bencana tahun 2011, saat tsunami memicu kehancuran di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi. Sebagian kota terletak hanya empat kilometer dari pabrik, dan sekitar 80 persen tanah kota saat ini dianggap berbahaya. Saat ini, kurang dari 2.000 orang tinggal di kota dibandingkan dengan 21.000 sebelum bencana.

Takemitsu Imazu, Presiden Fukushima Biomass Resins menunjukkan pelet plastik biasa, beras dan pelet coklat yang terbuat dari beras, saat wawancara dengan Reuters di pabriknya di Namie, Jepang, 28 Februari 2023. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
Takemitsu Imazu, Presiden Fukushima Biomass Resins menunjukkan pelet plastik biasa, beras dan pelet coklat yang terbuat dari beras, saat wawancara dengan Reuters di pabriknya di Namie, Jepang, 28 Februari 2023. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Namun, keadaan berubah sejak November 2022, sejak pabrik Biomass Resin dan beberapa perusahaan lainnya beroperasi di sana.

Namie sendiri, khususnya dari sawah Abe, memasok 55 ton dari 1.700 ton beras yang dibutuhkan Biomass untuk proses produksi. Sisanya sebagian besar berasal dari daerah lain di Fukushima.

Meskipun plastik tidak dapat terurai secara alami, apa yang dilakukan Biomassa memberikan kontribusi positif bagi lingkungan. Menggunakan beras berarti lebih sedikit produk minyak bumi, dan menanam lebih banyak beras mengurangi keseluruhan karbon dioksida di atmosfer.